NILAI DAN
SIKAP DALAM IPS
A.
Pengertian Nilai dan Sikap
1.
Nilai
Nilai adalah keyakinan,
kepercayaan, norma atau kepatuhan-kepatuhan yang dianut oleh seseorang ataupun
kelompok masyarakat tentang sesuatu (Kosasih Djauhari, 1980:5). Sedangkan
menurut Fraenkel (Husein Achmad,
1981:87) nilai menggambarkan suatu penghargaaan atau semangat yang diberikan
seseorang atas pengalaman- pengalamannya. Selanjutnya, ia mengatakan nilai itu
merupakan standar tingkah laku, keindahan, efisiensi, atau penghargaan yang
telah disetujui seseorang, dimana seseorang berusaha hidup dengan nilai
tersebut serta bersedia mempertahankannya. Selanjutnya, Koentjaraningrat
(1974), mengemukakan bahwa suatu system nilai-budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga
masyarakat. Nilai bersifat abstrak. Oleh karena itu, yang dapat dikaji hanya
indikator-indikatornya saja yang meliputi cita-cita, tujuan yang dianut
seseorang, aspirasi yang dinyatakan, sikap yang ditampilkan atau tampak,
perasaan yang diutarakan, perbuatan yang dilakukan serta kekuatiran yang
dikemukakan (Kosasih Djahiri, 1985: 18).
Mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Oleh karena itu, sitem nilai-budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi dalam
kelakuan manusia. System-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya
lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya
juga berpedoman kepada system nilai-budaya tersebut.
2.
Sikap
|
Menurut Bimo Walgio, sikap adalah
keadaan yang ada pada diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak dan
menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam menanggapi objek dan
semua itu terbentuk atas pengalaman(1983:52-55). Sedangkan menurut Siti Partini
Suardiman (1894:76), sikap merupakan kesiapan merespon yang bersikap positif
atau negative terhadap objek atau situasi secara konsisten. Selanjutnya,
Koentjaraningrat (1974), menjelaskan bahwa sikap adalah suatu disposisi atau
keadaan mental di dalam jiwa dan diri individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya
(baik lingkungan manusia atau lingkungan masyarakatnya, baik lingkungan alamiah
mupun lingkungan fisiknya). Walaupun brada di dalam diri individu, sikap
biasanya juga dipengaruhi oleh nilai budaya dan sering pula bersumber pada
system nilai-budaya.
Dari
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan sikap adanya pada diri
seseorang, jadi sikap bukan ada pada alam pikiran orang sebagai anggota
masyarakat. Sikap merupakan reaksi emosional seseorang terhadap lingkungannya
baik secara positif maupun negative, baik berkenaan dengan tjuan maupun
penolakan tentang kondisi social yang dialaminya. Walaupun sikap mental ini ada
pada diri seseorang tetapi sangat dipengaruhi oleh system nilai, pengalaman,
dan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan khususnya pengajaran IPS, dapat
digunakan sebagai sarana untuk membina sikap mental anak didik.
B. Hubungan
Sistem Nilai dan Kecenderungan Sikap
Setiap individu
terkandung sistem nilai tertentu, baik yang diperoleh melalui proses akulturasi
(menyerap sistem nilai dari dalam budayanya sendiri) maupun melalui proses
enkulturasi (menyerap nilai dari luar budayanya). Nilai, sebagai salah satu
aspek budaya merupakan konsepsi individu yang terkait langsung dengan keyakinan
(believe) tentang sesuatu. Di satu
sisi, keyakunan merupakan proposisi individu untuk menetapkan sesuatu itu benar
atau salah, diinginkan (desirable)
atau tidak diinginkan (undesirable),
baik atau buruk, dan seterusnya.
Spranger (1979:582)
menjelaskan bahwa sistem nilai yang ada dalam diri setiap peserta didik
berkaitan erat dengan lapangan hidup peserta didik itu sendiri, yakni:
1. Lapangan hidup yang bersangkutan dengan manusia sebagai mahluk
individu meliputi
a. Lapangan pengetahuan (ilmu, teori)
b. Lapangan ekonomi
c. Lapangan kesenian
d. Lapangan keagamaan
2. Lapangan hidup yang bersangkutan dengan manusia sebagai mahluk
sosial, meliputi
a. Lapangan kemasyarakatan (sosial)
b. Lapangan politik
Keenam lapangan hidup
inilah yang menentukan jenis sistem nilai yang ada dalam diri seorang individu,
yaitu sistem nilai (1) teoritik, yang menjadi dasar dari sikap teoritik (2)
ekonomik yang menjadi dasar dari setiap ekonomik (3) aestatik yang menjadi
dasar dari sikap aestatik (4) social yang menjadi dasar dari sikap social (5)
politik yang menjadi dasar dari sikap politik dan (6) religi yang menjadi dasar
dari setiap religious.
Secara garis besar
Alport dkk (1970) menjelaskan bahwa kecenderungan sikap peserta didik
berdasarkan system nilai yang dominan dalam diri yakni:
1. Nilai teoritik
Peserta didik yang nilai teoritiknya
tinggi, cenderung banyak menggunakan kognisi, dan memiliki pendirian yang
relative obyektif terhadap segala masalah kehidupan social. Mereka cenderung
selalu mencoba mencari keterangan-keterangan yang logis yang diutamakannya
adalah kebenaran.
2. Nilai ekonomik
Peserta didik yang memiliki nilai
ekonomi secara menonjol (dominan atau
tinggi) kaya akan gagasan prestasi dan utilities (prinsip kegunaan) tanpa
memperhatikan bentuk tindakan melainkan sangat mengutamakan hasil tindakannya. Segala
hal yang dipikirkan dan dilakukannya diarahkan ke kegunaan ekonomis bagi
dirinya sehimgga cenderung bersikap egosentris dan bahkan cenderung bersikap
egois (spranger 1928:135) dalam bentuk ketidaknormalan, individu yang
mementingkan system nilai ekonomi, kecenderungan bersikap boros atau sebaliknya
bersikap pelit (kikir, penabung atau pengumpul yang tidak ekonomis). Mereka
sering cenderung memandang kognisi atau pikiran dari segi kegunaannya secara
ekonomis; terhadap manusia lain sering kali mereka bersikap dan berupaya
memanfaatkannya dan bahkan mengeksploitasinya guna mendatangkan keuntungan bagi
kepentingan dirinya sendiri dari segi materi. Mereka memandang orang lain dari
segi kemampuan kerjanya yang memungkinkan akan dapat dieksploitasi dan selalu
berupaya memilih harta benda lebih banyak dari orang lain. Tuhan dipandang
sekedar sebagai pemilik kekayaan; mereka sering kali bersikap sangat religious
(misalnya rajin berdoa) apabila membutuhkan sesuatu, dan ketika sesuatu itu
sudah diperolehnya maka Tuhan dikesampingkannya.
3. Nilai aestetik
(keindahan)
Individu yang dominan dikuasai nilai
aestetik menghadapi segala sesuatu dari sudut pandang bentuk dan keharmonisan
serta cenderung menghayati secara pasif segala sesuatu yang sedang dihadapinya
atau dialaminya. Proses penghayatan dilakukannya secara bertahap, melalui pada
tahap impressi kemudian beralih ke tahap ekspresi, dan berakhir pada tahap
bentuk. Pada tahap impresi, individu ini berupaya merasakan secara imajinatif
suatu ealita sebagai suatu gambaran konkrit yang obyektif. Tujuan utama dalam
hidupnya adalah tercapainya self-realization,
self-fulfillment dan self-enjoyment. Tuntutan
kepraktisan sulit dipenuhi oleh individu yang dominan system nilai aestetik di
dalam dirinya sehingga kadang-kadang cenderung berikap eksentrik, menentang,
kurang lancer bergaul dengan orang lain dan rendah rasa solidaritasnya.
4. Nilai sosial
Individu yang sistem nilai social
dominan dalam dirinya memiliki sikap social
yang mengutamakan kehidupan bersama, dan memiliki cukup tinggi keinginan untuk
mengabdikan dirinya bagi kepentingsn umum. Mereka memiliki sikap baik hati,
tidak mementingkan diti sendiri, dermawan, dan simpatik (Alport dkk, 1970:5,
Robinson dkk, 1974:503). Menurut Spranger (1928:172) individu dengan system
nilai social mengisi sikapnya dengan kelima system nilai lainnya (teoritik,
ekonomi, aestetik, politik, dan religi). Walaupun kadang-kadang sikap social
sulit dipertemukan dengan sikap ekonomik dan sikap politik. Dijelaskan pula
oleh Spranger bahwa sikap social tidak sama dengan tingkah laku social; yang
dipentingkan dalam sikap social adalah tujuan, sedangkan yang dipentingkan
dalam tingkah laku social adalah pertimbangan rasional. Sikap social yang murni
hanya mungkin anampak jika perbuatan individu itu didasari oleh rasa simpati
atau rasa cinta sesama.
5. Nilai politik
Paul Wink, dkk (1997:92) menjelaskan
system nilai politik berkaitan dengan “an
interest in power, prestige, and leadership”. Individu yang dominan system
nilai politiknya cenderung bersikap mengejar kekuasaan atau ingin berkuasa
tanpa mengindahkan system nilai lainnya. Sikap ingin berkuasa mendapat tempat
utama sehingga yang dikejar adalah ingin
memjadi pemimpin, senang berkompetisi dan perjuangan (Alport dkk, 1970:5,
Robinson dick, 1974:503) oleh Spranger (1928:189) diungkapkan bahwa bagi
manusia politis, kekuasaan merupakan kekuatan mental disertai keinginan untuk
menguasai orang lain, dan memandang orang lain sebagai objek kekuasaan. Sikap
politis ini dapat berwujud keinginan untuk bebas dan kekuasaan orang lain, dan
juga cenderung ingin bebas dari berbagai tekanan baik dari dalam maupun dari
luar dirinya.
6. Nilai religi
System nilai religi, oleh Spranger
(1928:210-2) berkaitan dengan sifat religiosity,yakni
suatu keadaan baik instingtif ataupun rasional, pengalaman tunggal (persoanal) yang
positif ataupun negatif dihubungkan dengan keseluruhan nilai kehidupan
individu. System nilai religi ini, merupakan system nilai yang paling tinggi
pada individu yang percaya akan adanya suatu kekuatan di luar dirinya. Individu
yang dominan system nilai religi di dalam dirinya cenderung memiliki sikap
religious yang memandang dirinya sebagai begian dan suatu totalitas, dan
menilai segala sesuatu yang dialaminya dan sisi maknanya secara rohaniyah.
Sosok yang menjadi panutannya yang paling tinggia adalah Tuhan sang pencipta
dan memiliki kekuasaan absolute (Sumadi suryabrata, 1983:108, Alport – Vernon –
Lindsay, 1970:5). Sifat dasar manusia yang memiliki sikap religious yang tigngi
akan nampak apabila nilai hanya diukur dalam pengalaman nilai nyata, terutama
perasaan akan kebahagiaan atau kerinduan akan kebahagiaan.
Mereka memandang masyarakat, alam
sekitar (termasuk alam adi kodrati atau alam gaib atau alam supranatura)
sebagai satu kesatuan yang tidak terpecah belah atau tidak dapat dipisahkan
satu sama lain (Magma Suseno, 1985:84). Menurut Spranger (1928:213) ada tiga
tipe sikap religious yakni
tipe mistik yang imanen dan bersifat universalist, tipe mistik
yang transendental, dan tipe gabungan antara yang universalist dan
transcendental.
C.
Menanamkan Nilai dan Sikap dalam Ilmu Sosial
Penanaman sikap yang
baik melalui pelajaran IPS, tidak dapat dilepaskan dari mengajarkan nilai dan
system nilai yang berlaku di masyarakat.
Dengan kata lain,
strategi pengajaran diri dalam IPS bertujuan untuk membina dan mengembangkan
sikap mental yang baik. Materi dan pokok bahasan pada pengajaran IPS dengan
menggunakan berbagai modal (multi metode)
digunakan untuk membina penghayatan, kesadaran, dan pemilikan nilai-nilai yang
baik pada diri siswa. Dengan terbinanya nilai-nilai secara baik dan terarah
pada mereka, sikap mentalnya juga akan menjadi positif terhadap rangsangan dari
lingkungannya. Sehingga tingkah laku dan tindakannya tidak menyimpang dari
nilai-nilai yang luhur. Dengan demikian tingkah laku dan tindakannya selalu
akan dilandasi oleh tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap
lingkungannya.
Pengajaran IPS
dilaksanakan dalam waktu yang terbatas, sehingga tidak mungkin dapat
mempertemukan seluruh niali-nilai kehidupan manusia kepada siswa. Oleh karena
itu nilai-nilai yang akan ditanamnkan kepada siswa merupakan nilai-nilai yang
pokok dan mendasar bagi kehidupan manusia.
Menurut Paul Suparno SL
(2001) sikap dan tingkah laku yang berlaku umum yang lebih mengembangkan nilai
kemanusiaan dan mengembangkan kesatuan sebagai warga masyarakat perlu
mendapatkan tekanan. Beberapa sikap dan tingkah laku itu antara lain sebagai
berikut :
1. Sikap penghargaan kepada setiap manusia
Setiap manusia harus mengembangkan sikap
menghargai kepada manusia lain karena siapa pun orangnya adalah bernilai,
inilah yang menjadi hak asasi manusia. Sikap menghargai hak asasi manusia harus
dipunyai oleh setiap manusia. Oleh karena itu tindakan meremehkan, menghina,
merendahkan, apalagi mengganggu kebahagiaan orang lain dianggap tidak baik. Sikap
tenggang rasa, jujur, berlaku adil, suka mengabdi, ramah, setia, sopan, dan
tepat janji. Sikap ini jelas membantu orang dalam berhungan dengan orang lain
dan hidup bersama orang lain.
2. Penghargaan terhadap alam. Alam diciptakan untuk
dimanfaatkan oleh manusia agar dapat hidup bahagia. Berkenaan dengan hal
terebut penggunaan alam hanya untuk dirinya sendiritidak dibenarkan. Demikian
juga pengrusakan alam yang hanya dapat memberikan kehidupan kepada segelintir
orang juga tidak dibenarkan.
3. Penghormatan kepada Sang Pencipta. Sebagai
mahluk ciptaan Tuhan, sudah selayaknya kita menghormati Sang Pencipta. Melalui
penghayatan iman, siswa diajak untuk menghormati dan memuji Sang Pencipta.
Pujian itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik kepada semua mahluk ciptaan,
termasuk pada diri sendiri. Sikap menghargai iman orang lain, menghargai budaya
orang lainperlu dikembangkan dalam kerangka rela hidup saling membantu dan
menerima orang lain.
Dalam pembelajaran IPS kelas tinggi ada beberapa kesulitan
yang dialami oleh siswa, dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
a.
Siswa kurang dapat
mengembangkan nilai dan sikap dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Pengajaran IPS
dilaksanakan dalam waktu yang terbatas, sehingga tidak mungkin dapat
memperkenalkan seluruh nilai- nilai kehidupan manusia kepada siswa.
Alternatif dari permasalahan pada siswa kelas tinggi dapat
diatasi dengan :
1.
Perhatian.
Perhatian merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
dalam kegiatan pembelajaran. Wiliem Stern dalam bukunya : Al gemeine
Psicologie, ahli ilmu jiwa ini memberikan definisi mengenai perhatian yang
intinya, perhatian adalah pemusatan tenaga psikis atau aktivitas jiwa yang
tertuju kepada suatu obyek dan mengesampingkan obyek yang lain.
Oleh karena itu guru harus tanggap terhadap tingkah laku
anak, maka yang perlu diperhatikan guru adalah pengajaran itu harus menarik
perhatian anak. Untuk itu harus diusahakan agar pembelajaran itu:
1.
Didasarkan pada
hal-hal yang sudah dikenal anak dan berisi sesuatu yang baru baginya.
2.
Bervariasi dalam
menyampaikan (penjelasan) materi pelajaran, misalnya:
a. Dengan variasi suara Suara bisa dikeraskan, dilemahkan bahkan dapat diam sebentar (kesenyapan) guna menarik perhatian.
a. Dengan variasi suara Suara bisa dikeraskan, dilemahkan bahkan dapat diam sebentar (kesenyapan) guna menarik perhatian.
b. Dengan variasi tulisan Hal-hal yang penting dapat
ditulis yang lebih mencolok, lain daripada yang lain.
c. Dengan menggunakan gambar (peta) Gambar (peta)
diperlukan untuk menunjukkan letak atau tempat suatu daerah.
2. Pemilihan dan
Penggunaan Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyampaikan bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Beberapa kriteria yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih media, antara lain :
1.
Tiap jenis media tentu
mempunyai karakteristik.
2.
Pemilihan media harus
dilakukan secara obyektif.
3.
Pemilihan media
hendaknya mempertimbangkan juga:
a.
Kesesuaian tujuan
pembelajaran
b.
Kesesuaian materi
c.
Kesesuaian kemampuan
anak
d.
Kesesuaian kemampuan
guru ( untuk menggunakan)
e.
Ketersediaan bahan,
dana
f.
Mutu media
3.
Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong
individu untukmelakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapaisuatu tujuan.
Motivasi berfungsi sebagai motoe penggerak aktivitas. Bila motornya lemah,
aktivitas yang terjadipun lemah pula. Motivasi belajar berkait erat dengan
tujuan yang hendak dicapai oleh individu yang sedang belajar itu sendiri. Bila
seseorang yang sedang belajar menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai
berguna/bermanfaat baginya maka dimungkinkan motivasi belajar akan muncul
dengan kuat. Munculnya motivasi dalam diri siswa (internal) dalam belajar,
karena siswa ingin menguasai kemampuan yang terkandung didalam tujuan
pembelajaran yang bermanfaat untuk dirinya.
Dengan menginformasikan garis besar materi, akan memberikan
gambaran yang jelas tentang apa yang akan dipelajari dalam suatu pembelajaran.
Jadi kegiatan memotivasi (teknik memotivasi) dapat berupa:
1.
Menginformasikan
tujuan pembelajaran
2.
Menginformasikan
manfaat pembelajaran
3.
Menginformasikan garis
besar materi pembelajaran
4.
Menyimpulkan materi pelajaran
Menyimpulkan materi pelajaran merupakan salah satu kegiatan
guru diakhir pembelajaran. Langkah ini dalam prosesnya sebagai teknik untuk
penguatan terhadap hasil belajar secara menyeluruh. Menyimpulkan materi
pelajaran dapat dirumuskan oleh siswa dibawah bimbingan guru.
Hal-hal yang perlu doperhatikan dalam menyimpulkan materi
pelajaran diantaranya adalah Berorientasi pada indikator pembelajaran, Singkat, jelas serta dengan bahasa( tulis/lisan) yang mudah
dipahami siswa, Kesimpulan materi tidak keluar dari
topik yang telah dibahas, Dapat menggunakan waktu sesingkat
mungkin.
1.
Penanaman nilai dan
sikap dalam pembelajaran IPS
Pada kelas tinggi, harus ditambah porsi pemahamannya,
kegiatan-kegiatannya harus dipilih yang dapat membangun sikap tanggung jawab,
keteraturan, kebersamaan dalam kelompok yang saling membantu. Pemberian tugas
baik yang bersifat individu maupun kelompok, diskusi, dan tanya jawab merupakan
metode yang cocok untuk menanamkan nilai dan sikap dalam pengajaran IPS.
Nursid Sumaatmadja (2005) mengemukakan bahwa nilai-nilai
yang dapat dikembangkan dalam IPS meliputi: nilai edukatif, nilai praktis,
nilai teoritis, nilai filsafat dan nilai ketuhanan. Lebih rinci, dijelaskan
sebagai berikut.
a.
Nilai edukatif, melalui pendidikan IPS, perasaan, kesadaran, penghayatan, sikap,
kepeduliaan, dan tanggung jawab sosial peserta didik ditingkatkan. Kepeduliaan
dan tanggungjawab sosial, secara nyata dikembangkan dalam pendidikan IPS untuk
mengubah perilaku peserta didik bekerja sama, gotong royong dan membantu
pihak-pihak yang membutuhkan;
b.
Nilai praktis, dalam hal ini tentunya harus disesuaikan dengan tingkat
umur dan kegiatan peserta didik sehari-hari. Pengetahuan IPS
yang praktis tersebut bermanfaat dalam mengikuti berita, mendengakan radio,
membaca majalah, menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari
c.
Nilai teoritis, peserta didik dibina dan dikembangkan kemampuan nalarnya kearah
dorongan mengetahui kenyataan (sense of reality), dan dorongan menggali
sendiri dil apangan (sense or discovery). Kemamuan menyelidiki, meneliti
dengan mengajukan berbagai pernyataan (sense of inquiry).
d.
Nilai filsafat, peserta didik dikembangkan kesadaran dan penghayatan terhadap
keberadaanya di tengah-tengah masyarakat, bahkan ditengah-tengah alam raya ini.
Dari kesadaran keberadaan tadi, mereka disadarkan pula tentang peranannya
masing-masing terhasap masyarakat, bahkan terhadap lingkungan secara
keseluruhan
e.
Nilai ketuhanan, menjadi landasan kita mendekatkan diri dan meningkatkan IMTAK
kepada-Nya. Kekaguman kita selaku manusia kepada segala ciptaan-Nya, baik
berupa fenomena fisik-alamiah maupun fenomena kehidupan.
Komentar
Posting Komentar