Migrasi
Migrasi
merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah
perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas
penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik
nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen
(menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi. Migrasi adalah
perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan melewati
batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap.
1. Jenis-jenis Migrasi
Berdasarkan hal tersebut, migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
a.
Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke
negara lainnya. Migrasi internasional dapat dibedakan atas tiga macam
yaitu :
* Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran
* Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran
* Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran
* Remigrasi atau repatriasi, yaitu kembalinya imigran ke negara asalnya
b.
Migrasi Nasional atau Internal, yaitu perpindahan penduduk di dalam
satu negara. Migrasi nasional /internal terdiri atas beberapa jenis,
yaitu sebagai berikut :
*
Urbanisasi, yaitu perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan menetap.
Terjadinya urbanisasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
sebagai berikut :
1. Ingin mencari pekerjaan, karena di kota lebih banyak lapangan kerja dan upahnya tinggi
2. Ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
3. Ingin mencari pengalaman di kota
4. Ingin lebih banyak mendapatkan hiburan dan sebagainya
*
Transmigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduk
ke pulau yang jarang penduduknya di dalam wilayah republik Indonesia.
Transmigrasi pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1905 oleh
pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama kolonisasi. Berdasarkan
pelaksanaannya, transmigrasi di Indonesia dapat dibedakan atas :
1. Transmigrasi Umum, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah
2.
Transmigrasi Khusus, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan degan tujuan
tertentu, seperti penduduk yang terkena bencana alam dan daerah yang
terkena pembangunan proyek
3.
Transmigrasi Spontan (swakarsa), yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh
seseorang atas kemauan dan biaya sendiri 4. Transmigrasi Lokal, yaitu
transmigrasi dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam propinsi atau
pulau yang sama
*
Ruralisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kota ke desa dengan tujuan
menetap. Ruralisasi merupakan kebalikan dari urbanisasi. Selain jenis
migrasi yang disebutkan di atas, terdapat jenis migrasi yang disebut
evakuasi. Evakuasi adalah perpindahan penduduk yang yang terjadi karena
adanya ancaman akibat bahaya perang, bencana alam dan sebagainya.
Evakuasi dapat bersifat nasional maupun internasional.
2.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Migrasi Secara umum faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya migrasi, adalah sebagai berikut :
a.Faktor ekonomi, yaitu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang baru
b.Faktor
keselamatan, yaitu ingin menyelamatkan diri dari bencana alam seperti
tanah longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan bencana alam
lainnya
c.Faktor keamanan, yaitu migrasi yang terjadi akibat adanya gangguan keamanan seperti peperangan, dan konflik antar kelompok
d.Faktor
politik, yaitu migrasi yang terjadi oleh adanya perbedaan politik di
antara warga masyarakat seperti RRC dan Uni Soviet (Rusia) yang berfaham
komunis
e.Faktor
agama, yaitu migrasi yang terjadi karena perbedaan agama, misalnya
terjadi antara Pakistan dan India setelah memperoleh kemerdekaan dari
Inggris
f.Faktor
kepentingan pembangunan, yaitu migrasi yang terjadi karena daerahnya
terkena proyek pembangunan seperti pembangunan bendungan untuk irigasi
dan PLTA
g.Faktor pendidikan, yaitu migrasi yang terjadi karena ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
Kebudayaan
Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia.
Beberapa
alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah
suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra
yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang
memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya
seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan
alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang
brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis
yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk
memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan
demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain.
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Cara pandang terhadap kebudayaan
3.1 Kebudayaan Sebagai Peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan “budaya” yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang “budaya” ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap ‘kebudayaan’ sebagai “peradaban” sebagai lawan kata dari “alam”. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Pada
prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang
“elit” seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk
menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari
aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang
berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang “berkelas”, elit,
dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai
musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa
ia adalah orang yang sudah “berkebudayaan”.
Orang
yang menggunakan kata “kebudayaan” dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada
satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut
cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan
mereka yang “berkebudayaan” disebut sebagai orang yang “tidak
berkebudayaan”; bukan sebagai orang “dari kebudayaan yang lain.” Orang
yang “tidak berkebudayaan” dikatakan lebih “alam,” dan para pengamat
seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran “manusia alami” (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan
Saat
ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara
kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap “tidak elit” dan
“kebudayaan elit” adalah sama – masing-masing masyarakat memiliki
kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan
beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop
kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan
dikonsumsi oleh banyak orang.
3.2 Kebudayaan sebagai “sudut pandang umum”
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme – seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria – mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam “sudut pandang umum”. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara “berkebudayaan” dengan “tidak berkebudayaan” atau kebudayaan “primitif.”
Pada
akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan
dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka
mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan
dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada
tahun 50-an, subkebudayaan – kelompok dengan perilaku yang sedikit
berbeda dari kebudayaan induknya – mulai dijadikan subyek penelitian
oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide
kebudayaan perusahaan – perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja
organisasi atau tempat bekerja.
3.3 Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
4.1 Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran
kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau
Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk
kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya,
bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara
kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah
bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru.
Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat
pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan
kebudayaan asli.
4.2 Penetrasi Kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
Kesimpulan
Jadi, Migrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk dalam suatu daerah. Migrasi juga mempunyai beberapa golongan tertentu yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya dan perpindahan penduduk di dalam satu negara.
Sedangkan, Kebudayaan itu merupakan keseluruhan dari pengetahuan masyarakat sebagai mahluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan masyarakat itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar